RUANG EDUKASI #4: TETAP KREATIF DAN BERPRESTASI DI RUMAH – (Mendidik Sesuai Potensi Anak)
bersama SAKA DIDI KEMPOT & MR. JEPANK
Ada yang berbeda dari Ruang Edukasi edisi ke-4 kali ini, karena bertepatan dengan hari anak yang jatuh pada 23 Juli 2020 kemarin, maka Al Firdaus mengundang Saka Praja Adil Prasetya, putra sulung dari Almarhum Didi Kempot. Dik Saka yang kini sudah menginjak kelas 5 SD di Al Firdaus, juga sedang merintis karyanya di dunia tarik suara nih, dan sekarang sudah meng-cover beberapa lagu milik Papanya.
Selain Saka, kita turut mengundang Bapak Fahrul Roji atau lebih akrab dipanggil Mr. Jepank. Beliau pernah bergabung dengan rombongan orkestra Didi Kempot sebagai gitaris sejak tahun 1996 hingga 2012. Kesibukannya selain masih aktif sebagai arranger, pembuat instrumen, dan guitar solo, beliau juga terjun di kegiatan Al Firdaus sebagai anggota komite sekolah dan menjadi manajer Tim Futsal Al Firdaus. Beliau memiliki 2 putra yang keduanya pun bersekolah di Al Firdaus.
Dalam kesempatan kali ini, kita berbincang-bincang mengenai potensi terpendam yang dimiliki oleh Saka, serta bagaimana dari sudut pandang orang tua, Mr. Jepank mampu menyalurkan bakat dan minat kedua putranya ke tempat yang tepat
Pentingnya Pendidikan dalam Menggali Potensi, Bakat, dan Minat Anak
Menurut KBBI, Potensi diartikan sebagai kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Bakat sendiri bisa diartikan sebagai kepandaian, sifat, dan pembawaan yang dibawa sejak lahir. Sedangkan minat, bisa dimaknai sebagai kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Ketiga unsur ini penting untuk ditemukan di setiap individu, karena kelak akan menjadi bekal untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.
Allah SWT berfirman “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra’d:11).
Ayat di atas menyatakan secara tersirat bahwa jika kita tidak berusaha menemukan dan mengasah potensi yang kita miliki, tidak berusaha untuk memoles apa yang Allah anugerahkan kepada kita, maka kita akan menjadi makhluk yang stagnan, hanya terpaku di satu titik. Meskipun bayi yang terlahir memiliki takdir yang berbeda satu sama lain, namun perbedaan terjadi bukan sebatas dari jenis bakat yang dimiliki, namun juga terletak pada bagaimana seseorang meningkatkan potensinya. Semakin tinggi tingkat perkembangan potensi, semakin tinggi pula kualitas yang ia miliki. Lalu bagaimana cara agar potensi yang dimiliki bisa tumbuh dan berkembang secara sempurna? Salah satunya adalah melalui pendidikan.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dari yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, yang awalnya tidak bisa menjadi bisa, dan yang awalnya kurang bisa menjadi ahli.
Pendidikan paling awal yang bisa dilakukan untuk mendiagnosa bakat dan minat anak adalah mengenalkannya kepada dunia. Bisa melalui buku, mengajak anak jalan-jalan ke tempat rekreasi, mendorong anak agar berinteraksi dengan elemen biotik dan abiotik secara intens, dan menginduksi pemikiran mereka dengan imajinasi-imajinasi. Setelah itu, kita bisa membiarkan mereka untuk memilih apa yang disukai tanpa ada tekanan, karena anak diciptakan dengan ciri khas dan keunikan berbeda, maka pendidikan tidak bisa dipukul rata antara satu sama lain. Orang tua dan pendidik hendaknya mampu memahami mereka sejak dini dengan mengikuti fitrah, minat, dan kebutuhannya. Orang tua dan guru fungsinya lebih sebagai pengarah dan inspirator yang membuka serta memfasilitasi ruang ekspresi anak selebar-lebarnya, sehingga bisa meminimalkan potensi pemaksaan jika sang anak tidak tumbuh sesuai apa yang orang dewasa harapkan.
Lalu apakah membebaskan mereka berkarya sama saja membebaskannya dari kedisiplinan? Tentu tidak, kedisiplinan diatur untuk melanggengkan keteraturan. Misal jamnya makan ya makan, beribadah tepat waktu, tidur yang teratur. Cemaslah saat anak tumbuh menjadi pribadi yang egois, tidak bisa bergaul, tidak bisa bertanggung jawab dengan pilihannya, tidak bisa mandiri, hilang ketertarikan pada hal apapun, tidak memiliki kesadaran untuk belajar, tidak bisa beropini dan berpikir kritis secara sehat dan terbuka, dan ada indikasi untuk menyakiti orang lain.
Tetap Kreatif dan Berprestasi di Rumah
Oke, semua sepakat jika kebutuhan paling dasar manusia hanya sebatas kebutuhan fisik, dalam hal ini pemenuhan kebutuhan dari segi sandang, pangan, dan papan. Namun, menurut Teori Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow, manusia masih memiliki beberapa tingkat kebutuhan di atasnya. Berikut Hierarki Kebutuhan ala Maslow:
Mengapa bagan ini penting untuk ditunjukkan? Bisa kita perhatikan bahwa yang paling bawah berupa kebutuhan fisiologi, kemudian di atasnya ada kebutuhan rasa aman, selanjutnya ada kebutuhan akan kasih sayang, penghargaan, dan terakhir kebutuhan akan aktualisasi diri. Tingkatan-tingkatan kebutuhan tersebut hanya bisa dipenuhi jika anak sudah mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan minat mereka.
Namun sayangnya, ada keterbatasan ruang dalam mengekspresikan potensi ketika kita berbicara perihal pandemi di tahun 2020 ini. Imbauan pemerintah agar warganya tetap berada di rumah menyebabkan semua pihak harus memutar otak agar setiap anak tetap mendapatkan haknya untuk berkarya dengan bebas.
Tidak terkecuali dengan Saka, dia pun harus mengikuti kegiatan sistem pembelajaran daring di rumahnya. Meskipun Saka mengaku sempat kesulitan dikarenakan kondisi sinyal yang tidak stabil, namun nilainya di bidang IPA, Matematika, dan Bahasa Inggris cukup memuaskan. Kemudian selama mengikuti School From Home (SFH) ini, Saka mencoba untuk meng-cover lagu-lagu dari almarhum papanya. Dengan keuletan, didikan, dan kesabaran dari mamanya, Saka dan adiknya, Seika, berkolaborasi menyanyikan lagu “Bapak” bersama Betrand Peto di Youtube. Kini lagu Bapak yang dinyanyikannya sudah menembus 3 juta penonton, sungguh prestasi yang membanggakan di kondisi seperti ini.
Meskipun begitu, ketika ditanya ingin menjadi apa ketika dewasa nanti, Saka ingin menjadi seorang pilot. Penulis mencoba mengonfirmasi cita-cita Saka tersebut kepada mamanya, Yan Vellia. Beliau mengiyakan jika keinginan Saka memang seperti itu, dan beliau tetap akan berjuang untuk memfasilitasi harapan Saka selama Saka memang masih mau untuk itu sebagai aktualisasi janji kepada Alm. Didi Kempot. “Pokoknya anak-anak kita harus jadi anak yang paling pinter, nomor satu, di sekolah yang paling tinggi” Begitulah pesan Sang Maestro kepada istrinya.
Tidak berbeda jauh dengan cara mendidik anak ala Mr. Jepank, beliau sebenarnya menginginkan kedua putranya untuk menjadi Pebisnis yang ahli bermain musik, namun Mr. Jepank tetap membiarkan anak-anaknya terus berkarya sesuai potensi, minat, dan bakatnya. Ada penggalan kalimat yang luar biasa dari beliau “Karena Semua Anak adalah Juara, Karena Semua Anak Pejuang Cita-Cita. Tanaman ubi tentu tumbuh menjadi ubi, tapi manusia tidak bisa seperti itu. Bukan berarti karena saya sudah menjadi musisi yang berhasil, lalu anak saya tak paksa, kan tidak mungkin. Bisa jadi anak saya lebih berhasil karena mengikuti minatnya sendiri. Rezeki orang kan beda-beda”.
Oleh: Rahma Nur Fadhilah / Alfi Writer