“Berbagi Rasa Empati di Era Pandemi Melalui Kurban”
Perayaan Idul Adha 2021 di Indonesia resmi jatuh pada tanggal 20 Juli 2021 atau 10 Dzulhijjah 1442 H. Tapi, tau nggak kalau kita tidak harus menyembelih hewan pada tanggal 10 Dzulhijjah? Kita bisa melakukannya pada hari Tasyrik, lho. Hari Tasyrik merupakan hari raya umat Islam yang jatuh pada setelah Idul Adha, yakni tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Penyembelihan hewan kurban di Yayasan Lembaga Pendidikan Al Firdaus dilaksanakan di unit Sekolah Menengah, Sukoharjo pada Kamis, 22 Juli. Kegiatan ini hanya melibatkan beberapa tenaga kependidikan Al Firdaus demi menghindari perkumpulan massal.

Pada tahun ini, Yayasan Al Firdaus berkurban sebanyak 8 ekor kambing dan 5 ekor sapi yang beberapanya berasal dari Shohibul Qurban keluarga besar Al Firdaus. Alhamdulillah, berkat dukungan dari berbagai pihak, kuantitas sapi meningkat dibanding tahun lalu. Selengkapnya, dokumentasi Kurban Al Firdaus 2021 bisa ditonton di YouTube https://youtu.be/ggjcdKFRxUg

Pada pelaksanaannya, sebanyak 5 ekor sapi dan 8 ekor kambing disembelih secara langsung di unit Sekolah Menengah. Alhamdulillah dapat dikerjakan secara cepat oleh para jagal dan juga tim pengemasan.

Setelah ditimbang dan dibungkus satu persatu, pendistribusian daging kurban dititipkan kepada ketua RT di sekitar unit-unit Al Firdaus. Total daging qurban yang dibagikan kepada masyarakat di sekitar unit TPP, SD, SM, serta Yayasan Lembaga Pendidikan Al Firdaus kurang lebih 800 packs. Semua daging dibagikan pada hari yang sama, dengan rincian:
a. Wilayah sekitar TPP: 150 packs
b. Wilayah sekitar SD: 150 packs
c. Wilayah SM: 150 packs
Sisanya dibagikan ke tetangga guru, panti asuhan, dan juga untuk guru dan karyawan Sekolah Al Firdaus

Hakikat Kurban
Tentu peristiwa mempersembahkan kurban sudah berlangsung sejak Habil dan Qabil – putra Nabi Adam AS – diperintahkan untuk menyerahkan hasil panen terbaik mereka, seperti kisah yang tercantum di dalam Al-Qur’an:
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan Habil) dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah satunya dan tidak diterima dari yang lainnya (Q.S. Al-Maidah: 27).
Namun, sejarah resmi mencatat bahwa Idul Adha dirayakan untuk memperingati ujian Allah SWT atas ketakwaan, keimanan, dan ketulusan yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Allah SWT telah mensyariatkan kurban dengan firman-Nya:
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus. (Q.S. Al-Kautsar: 1 – 3).
Menurut situs NU, kata ‘kurban’ berasal dari bahasa Arab qariba – yaqrabu, yang artinya dekat. Makna lebih dalamnya yaitu mendekatkan diri kepada Allah, dengan melakukan penyembelihan hewan ternak sebagai perintah-Nya.
“Adha” sendiri berasal dari kata udhhiyah, suatu bentuk jamak dari kata dhahiyyah yang berasal dari kata dhaha (waktu dhuha), yaitu sembelihan di waktu dhuha pada tanggal 10 sampai dengan tanggal 13 bulan Dzulhijjah. Dari sini muncul istilah Idul Adha. Dari uraian tersebut, dapat dipahami yang dimaksud dari Idul Adha ialah perayaan menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha 10 Dzulhijjah, dan tiga Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Sesungguhnya, kurban memiliki beberapa makna simbolis, yang jika kita telusuri lebih dalam tentu akan meningkatkan ketakwaan kita terhadap Sang Maha Pemberi Rezeki. Berkurban adalah bentuk ibadah, bagaimana kita ikhlas dan rela menyisihkan harta yang sesungguhnya hanyalah titipan Allah semata. Kurban menempatkan kita berperan sebagai Nabi Ibrahim, sedangkan harta dan jabatan yang kita miliki adalah Ismail. Kita diperintahkan untuk memusnahkan rasa kepemilikan itu, karena sewaktu-waktu bisa diambil kembali oleh Allah SWT, dan yang tersisa hanyalah tingkat ketakwaan serta rasa syukur.
Selain bersifat mengikat antara manusia dengan Tuhan (Habluminallah), ibadah kurban juga berkonstribusi terhadap hubungan antara manusia (Habluminannas). Kurban yang kita sembelih tidak semata-mata untuk diri sendiri, namun ada hak untuk orang yang kurang beruntung secara materi di luar sana. Dengan Kurban, rasa solidaritas, kepedulian, empati kita terasah, serta jiwa gotong royong juga meningkat. Bayangkan butuh kekompakan 4-6 orang untuk menjatuhkan seekor sapi, di bagian lain ada yang memotong daging dan kerangkanya menjadi beberapa bagian, kemudian ada orang lain yang menimbang dan membagi dagingnya. Jika bukan karena semangat gotong royong, tentu kegiatan ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
Untuk adik-adik yang ingin belajar berkurban, bisa dimulai dengan cara memberikan barang miliknya ke orang yang lebih membutuhkan. Diawali dengan mengumpulkan barang layak pakai apa saja yang sudah tidak digunakan, mau diberikan ke siapa, dan untuk apa. Hal ini tentu sejalan dengan semangat Al Firdaus yang berkomitmen mendidik siswanya agar memiliki kepedulian dan solidaritas dengan sesama.

Makna Kurban di Tengah Pandemi
Ada keterkaitan yang erat antara Pandemi COVID-19 dengan Idul Adha, terutama terkait Pengorbanan. Hampir satu setengah tahun kasus COVID-19 belum menurun. Tidak dapat dipungkiri, saat pemerintah pertama kali mengumumkan pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19 awal Maret 2020, terjadi hingar bingar di masyarakat. Bentuk kepanikan pun juga beragam, ada yang menimbun hand sanitizer, masker, bahan pangan, dan sebagainya sehingga mengakibatkan kelangkaan di beberapa segmen produk. Kini, karena kasus COVID-19 semakin meroket dengan adanya berbagai varian baru, terjadi kelangkaan di alat kesehatan berupa Tabung Oksigen. Sesuai hukum ekonomi, kelangkaan tidak hanya mengakibatkan barang tersebut menjadi mahal, tetapi juga ada risiko inflasi ringan dikarenakan panic buying.
Selain itu, untuk memperlambat laju penyebaran virus, sejumlah daerah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang terdiri dari berbagai level. Keputusan ini berdampak buruk bagi masyarakat yang hanya mengandalkan pemasukan harian atau masyarakat yang bekerja di bidang informal. Mereka seakan-akan dibatasi dalam mencari rezeki karena dilarang ke luar rumah. Belum lagi ada masyarakat yang terpaksa dirumahkan bahkan sampai di-PHK akibat PPKM yang terus diperpanjang hingga waktu yang belum bisa ditentukan.
Kesenjangan ini harus diseimbangkan oleh kegiatan masyarakat yang mampu sebagai rasa tanggung jawab sosial, dalam hal ini berkurban. Pasti teman-teman Al Firdaus sudah pada paham pentingnya berkurban dan sudah melakukan kegiatan sosial di lingkungan atau komunitasnya masing-masing.
Tentu sudah banyak pihak yang merasakan manfaat kurban di masa sulit seperti sekarang. Mulai dari peternak sapi dan kambing yang pada akhirnya bisa memanen pundi-pundi dari hasil penjualan hewan kurban, tukang jagal yang membantu proses penyembelihan, serta masyarakat tidak mampu yang pada akhirnya bisa menikmati nutrisi dari daging.
Islam pada hakikatnya adalah agama yang rahmatan-lil-alamin, merangkul dan mengayomi semua aspek yang ada di semesta, baik aspek biotik-abiotik, serta aspek yang berwujud atau tidak berwujud. Di tengah kesulitan ekonomi yang tidak menentu seperti sekarang, Islam dengan seruannya berupa infak, shodaqoh, zakat, dan kurban, menjadi oase untuk menghidupi hajat orang banyak.
Ya, Pandemi mengajarkan kita untuk saling bahu-membahu, saling berkurban dengan apa yang kita miliki, baik dengan waktu, tenaga, maupun harta. Pandemi juga bisa menjadi media untuk membedakan kualitas manusia dilihat dari seberapa keras dia berikhtiar dan tawakal.

Berkenalan dengan Hari Tasyrik
Istilah Tasyrik berasal dari kata ‘syuruq’ yang dalam bahasa Arab berarti terbit. Kata “tasyrik” dimaknai oleh umat muslim jaman dahulu sebagai hari istimewa, di mana hewan kurban disembelih setelah terbit matahari. Pada hari-hari itu pula, umat muslim menjemur daging kurban mereka dan menikmatinya. Menjemur daging bertujuan untuk mengawetkan (didendeng), mengingat di zaman dahulu belum ada kulkas. (idntimes.com)
Daging kering ini yang memungkinkan hujjaj (jamaah haji) untuk membawa daging tersebut dalam perjalanan panjang mereka. Sekali pun hujjaj tidak mempraktikkan ini lagi, tapi tetap ada sebagian orang yang masih mempraktikan tradisi ini saat kamp di Mina. (okezone.com)
Dalam Islam, hari Tasyrik jatuh pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, tepat sehari setelah Idul Adha. Dalam 3 hari ini, umat Muslim masih diperbolehkan menyembelih kurban dan menikmati dagingnya. Di hari Tasyrik juga, kita dilarang untuk berpuasa, hmm… kenapa ya kira-kira? Kamu bisa tanyakan hal ini ke guru agama kamu, ya!
Writer: Rahma Nur Fadhilah Photographer: Rio, Zidni, Alvi, Joko
