No Stupid Child
(Fitriyah: Pendidik Al Firdaus)
“Menjadi seorang guru adalah kesempatan sekaligus tantangan untuk dapat berkontribusi mendukung pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengimplementasikan ayat-ayat Allah tentang pentingnya berpengetahuan”
Sejak pemerintah menyatakan Indonesia darurat Covid-19 segala upaya pencegahan penyebaran dilakukan. Pembatasan sosial diterapkan dengan mengalihkan kegiatan ke dalam rumah seperti bekerja, sekolah, dan beribadah. Oleh karena itu, seluruh sekolah telah dihimbau untuk mengalihkan aktivitas belajar mengajarnya secara online. Pengalihan aktivitas belajar mengajar ini sayangnya tidak semua berjalan mulus sesuai harapan. Memang sistem belajar secara online berbeda jika dibandingkan dengan bertatap langsung. Banyak tantangan yang ditemui dengan metode pengajaran secara online ini.
Beberapa tantangan yang dihadapi adalah siswa yang terlambat masuk ke kelas online, penyampaian materi yang sulit dipahami karena keterbatasan komunikasi, koneksi internet yang buruk membuat siswa kesulitan memahami penjelasan guru hingga siswa yang tidak bisa ikut belajar karena tidak memiliki laptop ataupun hp.
Pembelajaran daring atau disebut juga Pembelajaran Jarak Jauh dilakukan karena terkait keputusan dari pemerintah karena adanya wabah virus corona. Berat saya rasakan pada awal-awal PJJ ini. Guru dan siswa, bahkan orang tua pun harus merancang strategi jitu agar anak-anak dapat belajar dalam kondisi pandemi.
Tak mudah memang, namun ini adalah kenyataan yang harus dihadapi. Bagi saya, kenyataan yang ada di depan mata harus dihadapi. Tidak banyak manfaat jika mengeluh atau menyalahkan keadaan. Maka saya harus bisa berkolaborasi dengan tim teaching, anak-anak, dan orang tua. Tim teaching sangat berperan dalam merancang pembelajaran, mulai dari merancang strategi pembelajaran, menentukan tool-nya, merumuskan aktivitas pembelajaran dan literasinya.
Anak-anak juga sangat membutuhkan penguatan, rasa aman dan nyaman ketika daring, hiburan, dan suasana yang menyenangkan. Apalagi orang tua, saya betul-betul memahami posisi orang tua dalam mendampingi belajar saat pandemi. Bahkan orang tua juga menjadi guru bagi anak-anaknya. Tak mudah mengendalikan emosi saat mengajari anak-anak belajar. Apalagi menghadapi ank-anak berkebutuhan khusus. Wonderful for parents.
“Sebuah tantangan” begitu terbersit dalam hati saya. Pantang mundur melangkah. Bagi saya, yang dulu saat pembelajaran sebelum pandemi belum banyak mengenal aplikasi untuk mendukung pembelajaran, kini mau tak mau harus bisa menggunakannya. Tujuannya adalah agar anak-anak senang dan paham ketika belajar. Memunculkan rasa ingin tahu (inquiry) dan menerapkan pembelajaran berbasis project (Project Base Learning).
Pembelajaran saat pandemi setiap hari ada empat kali zoom meeting. Di awali dengan berdoa, motivasi kepada anak-anak, dan muroja’ah (mengulang hafalan). Di awal pertemuan ini agency anak mulai muncul ketika memimpin doa dan muroja’ah. Saya memberi kesempatan kepada semua anak untuk menghafal satu persatu. Bahkan anak berkebutuhan khusus pun bersemangat menghafal. Ada yang sesuai target kelas atau target pribadi.
Zoom meeting kedua dan ketiga belajar mata pelajaran sesuai jadwal. Nah, di sinilah saya harus bisa menyajikan materi yang menarik bagi anak agar capaian hasil belajar maksimal didukung tool yang sudah didiskusikan bersama tim. Biasanya dengan menggunakan power point (PPT), video, jamboard, twinkle, dan lainnya. Kendala yang biasa dihadapi adalah ketika sinyal kurang bersahabat, kuota habis, dan wifi ngelag.
Penanaman karakter pada anak juga sangat penting. Karakter siswa di kelas tidak ada yang sama. Tingkat pemahaman mereka pun berbeda-beda. Misalnya, ada anak yang bisa matematika, tetapi kurang menguasai pelajaran lain. Atau, ada juga anak yang kurang menguasai banyak pelajaran, tetapi bagus di bidang lain. Padahal anak tersebut bukannya tidak bisa, tetapi hanya butuh waktu agak lama atau mungkin butuh metode pengajaran lain. Kita tidak boleh menganggap dia bodoh atau sejenisnya karena setiap anak pasti mempunyai kelebihan.
Bukan hanya itu, saya juga harus bisa memahami bahwa setiap anak membutuhkan perhatian. Ada yang mencari perhatian dengan bersikap sulit diatur, atau malah sebaliknya, menjadi pendiam dan penurut. Kita tidak bisa menyamakan anak yang satu dengan yang lain. Yang penting adalah metode pendekatan ke anak. Kita perlu dekat dahulu dengan anak. Kita ketahui dahulu karakter anak itu seperti apa. Setelah itu barulah kita bisa memutuskan bagaimana menghadapi anak tersebut,
Saya juga menekankan pentingnya bagi siswa untuk saling mengenal satu sama lain. Jika saat pembelajaran tatap muka biasanya menerapkan sistem rolling (pergantian) tempat duduk bagi siswa setidaknya setiap satu atau dua bulan sekali. Dari sistem inilah, muncul cerita-cerita yang membantunya mengenali para siswa lebih dalam. Saat pandemi ini saling mengenalkan dengan bercerita mengenai dirinya kepada teman-temannya. Sehingga teman-temannya bisa saling mengenal.
Saya kagum dengan kemampuan anak dalam menyampaikan ide-idenya dan penelitian sederhananya yang dituangkan saat assessment. Hal yang biasa saya lakukan ketika saya kuliah, namun saat ini bisa dilakukan oleh anak-anak sekolah dasar. Presentasi dilakukan anak-anak didukung dengan peraga yang dipilihnya. Tak ketinggalan juga presentasi dari anak-anak berkebutuhan khusus. Masing-masing menuangkan pemahamannya sehinggan muncul agency-nya melalui voice, choice, dan ownership. Skill mereka juga semakin terasah. Keterampilan menyampaikan kepada orang lain (communication skill), keterampilan mengatur diri mereka sendiri (self management skill), keterampilan berpikir (thinking skill), keterampilan meneliti (research skill), dan keterampilan sosial (social skill).
Di balik terasahnya kemampuan anak-anak, ada orang tua yang luar biasa. Misalnya dalam menyiapkan belajar dan presentasi, anak dan orang tua berkolaborasi sesuai dengan kemampuan anak. Terlebih anak berkebutuhan khusus, diperlukan kesabaran dan kolaborasi antara guru, orang tua, dan guru pendampingnya. Namun saya yakin, apa yang kita lakukan saat ini akan berdampak nantinya. Dampak yang diharapkan adalah dampak yang baik untuk kemajuan pendidikan Indonesia agar bisa bermanfaat sebagai wujud rahmatan lil’alamin. Apapun keadaan anak, bisa kita maksimalkan potensinya. Karena setiap anak punya kelebihan dan tidak ada yang bodoh.